SEJARAH
Tarung Derajat
Drs. H. Achmad Dradjat
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
google_ad_client: "ca-pub-3825289919014053",
enable_page_level_ads: true
});
</script>
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
google_ad_client: "ca-pub-3825289919014053",
enable_page_level_ads: true
});
</script>
Menciptakan Beladiri Praktis dan Efektif
Badan tegap, padat, berotot kekar ternyata tidak hanya dimiliki oleh atlet olahraga binaraga atau body building, ini juga hampir terlihat pada semua penekun olahraga beladiri Tarung Derajat. Bentuk latihan beladiri yang telah berhasil diciptakannya mampu membentuk fisik secara prima, badan kekar dan kuat untuk dididik menjadi insan beladiri yang berhati nurani lembut.
Berawal dari pengalaman yang tidak menyenangkan dan perjuangan hidup yang keras, AA Boxer panggilan akrab dari Drs. Achmad Drajat selalu mencoba untuk mempertahankan diri dari segala bentuk perkelahian yang kerap dialaminya pada masa muda dahulu. Memang menurutnya pada tahun 1960 an, di lingkungan tempat tinggalnya, AA Boxer sering mendapat tekanan-tekanan yang pada akhirnya terjadi bentrokan secara fisik. Tempat tinggalnya yang terbilang rawan pada masa itu, selalu menjadi tempat perkelahian antar kelompok, bahkan dirinya menjadi ikut terlibat, bukan AA Boxer yang memulai, tetapi timbul dari keadaan yang terpaksa.
Begitu pula ketika bermain bola, kepiawaainnya memainkan kulit bundar di lapangan hijau acapkali membawa kesebelasannya keluar sebagai juara. Rupanya, ada beberapa orang yang tidak suka dengan kemahirannya, sehingga dirinya sering mendapat tekanan dan permainan kasar dari lawan dan akhirnya berbuntut pada perkelahian. Memang diakui tubuh fisiknya yang kecil selalu mendapat perlakuan tidak wajar dari lawannya yang bertubuh besar dan selalu berakhir dengan kekalahan.
Pengalaman hidup yang selalu tidak menyenangkan ini telah membekas pada dirinya. "Dari bosan kalah itulah timbul niat untuk menciptakan beladiri", kata ayah dari dua anak ini. Akhirnya ia mencoba menciptakan teknik-teknik beladiri yang praktis untuk dapat mengangkat kembali kehormatan dirinya agar tidak selalu menjadi bulan-bulanan lawannya yang bertubuh besar. Setelah ditelaah ternyata dalam perkelahian yang selalu dialaminya, ia menemukan 4 unsur gerakan, yaitu memukul, menendang, menangkis/mengelak dan membanting. Dalam benaknya timbul, "Kalau ingin menang dalam berkelahi harus mempunyai cara untuk memukul, menendang, menangkis/mengelak, dan membanting sendiri yang tidak dimiliki oleh orang lain". Dari sini diproses, karena pada dasarnya tangan dapat digerakkan secara alamiah sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Semangat dan ketekunan telah membentuk dirinya menjadi mahir untuk membela diri. Kematangan dalam beladiri semakin bertambah tatkala ada orang yang dengan sengaja ingin mencoba dan mengajak beradu fisik. Bahkan memberanikan diri untuk melindungi orang yang merasa tertindas atau disakiti oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Namanya mulai dikenal sebagai sosok pembela orang yang lemah. Sejak itu, beberapa pemuda berdatangan ingin mempelajari ilmu beladiri yang dimilikinya. Pada saat inilah panggilan dan julukan AA BOXER mulai melekat pada dirinya. Awalnya, AA Boxer tidak berkeinginan untuk mengajari orang untuk beladiri. Ia menciptakan beladiri hanya untuk dirinya sendiri dan tidak mempunyai jurus/gerakan yang baku, tetapi karena beberapa orang tetap memaksa untuk diajarkan beladiri, mulailah mereka diberikan pelajaran ilmu beladiri hasil jerih payahnya. Ini terjadi pada tahun 1968 yang pada saat itu, AA Boxer baru berusia 18 tahun.
Dari beberapa orang, kemudian menyebar dan tumbuh cukup pesat, seperti bola es yang menggelinding makin lama makin besar. Timbul pemikiran untuk membentuk suatu wadah perkumpulan yang mempunyai nama, lahirlah beladiri itu secara ilmiah dari nama panggilan sehari-hari, AA BOXER. Tepatnya tahun 1972, beladiri yang diciptakannya kini sudah memiliki nama. Perjalanan mengajar dan melatih, tumbuh berkembang sampai timbul permintaan untuk mengajar di daerah lain.
Renungan dari pengalaman hidup yang diderita dan dijalaninya dengan penuh kesabaran dan tawakal telah menjadikan dirinya tegar dan menumbuhkan rasa percaya diri serta menanamkan keyakinan yang semakin mantap. Perlahan-lahan ditata dan ditinjau kembali teknik dan gerakan yang sudah diciptakan, sehingga kian hari beladiri yang lahir secara alamiah ini mulai menemukan bentuknya.
Teknik-teknik yang diyakininya sudah baik mulai dibakukan. Konsepnya untuk menciptakan beladiri yang praktis dan efektif sudah semakin nampak jelas. Semuanya diilhami dari 4 unsur gerakan perkelahian, yaitu memukul, menendang, menangkis/mengelak, dan membanting. Menurutnya, sudah kodrat-Nya gerakan-gerakan fisik tersebut ada pada setiap insan manusia yang mutlak bukan milik dari suatu aliran ilmu beladiri lain.
Kedewasaannya yang ikut terbina dengan baik telah menbentuk dirinya untuk selalu berfikir positif, nama perkumpulan beladiri AA Boxer terkesan berbau asing dan juga seakan bertentangan dengan idealisme bangsa Indonesia . Menurutnya, beladiri yang telah diciptakan lahir di bumi Indonesia , karena itu nama perkumpulan beladirinyapun harus berasal dari bahasa Indonesia . Hal ini juga sejalan dengan keinginannya untuk mendaftarkan olahraga beladiri ini masuk menjadi anggota KONI. Akhirnya berubahlah nama perkumpulan beladirinya menjadi TARUNG DRAJAT. Ini diambil dari kata TARUNG yang artinya perkelahian, perjuangan untuk membela diri, sedangkan kata DRAJAT diambil dari namanya Achmad Drajat. Jadi, arti TARUNG DRAJAT adalah cara berjuang mempertahankan diri ala Achmad Drajat.
Pengetahuan fisik dan batin yang juga ikut dipupuk merasa dirinya seolah berkesan dikultus dari namanya. "Kalau kita memakai nama langsung, kita seolah-olah memiliki suatu hal yang sombong atau takabur, jadi nanti akan ada suatu pengkultusan, kita tidak mau dikultuskan oleh anggota", demikian ujarnya ketika menceritakan perubahan TARUNG DRAJAT menjadi TARUNG DERAJAT. Artinya pun berubah menjadi Berjuang mempertahankan diri untuk mencapai suatu tingkat atau kehormatan, karena DERAJAT itu sendiri mempunyai arti tingkat atau kehormatan.
Hasil usaha dan perjuangan yang sebelumnya tidak pernah disangka akan menjadi seperti ini akhirnya tumbuh dan berkembang. Apalagi setelah masuk menjadi anggota KONI pada tahun 1998. Ditunjang oleh semangat dari murid-muridnya, Keluarga Olahraga Tarung Derajat atau yang lebih dikenal dengan KODRAT telah menyebar di 20 propinsi di Indonesia, dan juga sampai ke negara-negara lain khususnya Asia Tenggara.
Beladiri yang diciptakan ini memang murni hanya melatih beladiri secara fisik saja, tidak ada unsur lain. Gerakan teknik beladiri yang praktis dan efektif yang dikembangkan ini tidak pernah secara khusus untuk bisa beladiri dengan senjata. Walaupun demikian diajarkan juga cara untuk menghadapi lawan yang menggunakan senjata. "Apakah dapat dikatakan insan beladiri, jika ada orang yang membawa senjata yang bukan bagian dari tugasnya ?", begitulah prinsipnya, "Sebab insan beladiri adalah orang yang ingin menciptakan hidup tenang dan selamat" , tambahnya lagi.
Beladiri Alamiah
"Tarung Derajat murni hanya mengolah fisik saja !", tegasnya. Diakuinya, memang tidak ada unsur mistik yang digunakan untuk menambah kekuatan. Berlatih fisik secara rutin dengan suatu teknik yang sudah diramu dan disesuaikan dengan teknik beladiri ciptaannya, namun tidak bertujuan untuk membentuk badan seperti atlet binaraga. Berlatih fisik untuk beladiri berarti juga berlatih napas, dan ini terjadi secara alamiah, tidak ada latihan pernapasan secara khusus. Memang dianjurkan kepada para anggotanya untuk selalu menyempatkan diri berlatih fisik dan teknik setiap hari selama 1 sampai 2 jam. Karena menurutnya untuk membentuk fisik menjadi kuat, otot dan daging menjadi pejal memerlukan latihan yang keras, disiplin yang tinggi dan dilakukan terus-menerus, sehingga diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, kekuatan dan percaya diri menjadi meningkat.
Kejadian pada masa perkelahian dahulu telah melahirkan teknik beladiri yang terbentuk secara alamiah. Gerakan tangan, kaki, dan juga anggota tubuh lainnya bersumber dari gerakan-gerakan yang biasa dan alamiah dilakukan oleh setiap orang, namun diasah lagi dengan kemasan teknik beladiri berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang pernah dialaminya. Hingga terbentuklah beladiri Tarung Derajat dengan teknik beladiri yang praktis dan efektif. "Yang namanya praktis adalah tidak neko-neko", tuturnya. Menurutnya lagi, tidak ada latihan untuk menahan napas, atau belajar agar menjadi kuat terhadap air raksa atau juga harus kuat terhadap pukulan besi, "Kalau orang lain bisa, harus kita akui", begitu komentarnya dengan tetap menghargai yang lain.
Setiap anggota Tarung Derajat sudah biasa terdidik secara keras, dengan porsi latihan yang keras, targetnya adalah untuk mencapai dan membentuk anggotanya mempunyai kelembutan hati nurani. Dengan menjadi petarung, perilaku hidup akan menjadi terkendali. "Tidak boleh anggota Tarung Derajat melakukan tindakan yang berlebihan, karena akan mendapat hukuman yang berat", tegasnya ketika mengakhiri pembicaraan. (PS & AIS)
A. Latar Belakang Tarung Derajat
Olahraga Tarung Derajat diciptakan oleh seorang putra bangsa
Beladiri ini, lahir atau muncul dari pengalaman hidup yang pernah dilakoni oleh Sang Guru dimana sekitar tahun 1968 hingga tahun 1970-an, anak muda ini waktu itu sering terlibat aksi kekerasan pisik, penganiayaan, perkelahian, pemerasan, dan penghinaan (AD/ART Kodrat: 1994). Keadaan itu, tentu bukan dia yang memulainya, tapi timbul dalam keterpaksaan “kalau ada orang yang menjahati saya, masak saya diam saja? katanya dalam (Matra, Mai: 1997). Dari berbagai perkelahian dengan pereman di pusat kota Bandung-Jawa Barat, Sang Guru selalu menang, pada hal dilihat dari postur tubuhnya yang berbobot sedang tidak meyakinkan untuk mengatasi lawan. Melihat kehebatan Sang Guru waktu itu, rupanya banyak dari gorombolan pereman yang tidak suka dengannya, maka kelompok peremanisme membuat suatu siasat untuk menghabisi Sang Guru. Mengingat jumlah preman cukup banyak, maka dia segera menghindar dari gorombolan itu. Tapi mereka terlanjur dikuasai emosi segera mengejar Sang Guru seraya meneriakkan maling. Mendengar teriakan itu, orang-orang yang tengah berada di pasar malam ketika itu, ikut memburunya sampai ia terkepung dan ramai-ramai memukulinya sampai ia terkulai lemas dan kondisi tubuhnya sangat menyedihkan.
Semenjak peristiwa pahit itu, Sang Guru mulai merenung untuk menyisiasati diri, mengasah kemampuan mempelajari berbagai jenis beladiri antara lain pencak silat dan karate. Tapi ia tetap tidak puas, alasannya semua itu belum bisa membalas sakit hatinya. Pertanyaan selalu muncul dalam benaknya “Jenis beladiri apakah yang bisa mengangkat kehormatan saya supaya tidak dihina dan disakiti orang?” Kemudian timbul pikiran dalam dirinya untuk menciptakan teknik beladiri dari berbagai beladiri yang pernah dipelajarinya yaitu memadukan
Setelah merasa matang dengan ilmu baru yang dia kemas (konsep) sendiri dan dipraktekkannya kepada orang-orang yang mencoba memeras atau membuat masalah selalu dilayaninya.
Tak heran lagi, nama Sang Guru yang mendapat julukan AA-BOXER semakin populer dan menjadi jagoan bertarung tersiar kemana-mana di tanah air. Sehingga banyak orang-orang berdatangan minta diajari beladiri ciptaannya, mulai dari anak muda sampai orang tua. Waktu itu Sang Guru malah kebingungan. “Apa yang harus saya ajarkan katanya?”. Sebab ia sendiri mengaku tidak memiliki teknik atau jurus yang
Dari pengalaman praktek mengajarkan ilmu beladiri ini, Sang Guru menerima berbagai masukan dari teman-teman agar menata dan mensistematiskan jurus-jurus yang telah diciptakannya yang berkembang secara alamiah agar menemukan bentuk-bentuk gerakan baku untuk dijadikan fungsi beladiri yang dinamis, praktis dan efektif untuk diajarkan. Disamping itu juga mensinergiskan unsur filosofis, pedagogis, kultural, kesehatan olahraga, sosialogis, dan menerapkan ilmiah olahraga.
B. Perguruan Pusat Beladiri Tarung Derajat
Perkembangan setelah empat tahun kemudian, tepatnya 18 Juli 1972. Masyarakat semakin banyak ingin belajar beladiri Tarung Derajat, maka waktu inilah Sang Guru memproklamasikan berdirinya aliran beladiri AA-BOXER atau “metode beladiri Drajat” yang sekarang disebut Perguruan Pusat KawahTarung Derajat. Dalam perjalanannya beladiri ini dikenal dengan nama Boxer. Pada perguruan pusat inilah Tarung Derajat dikembangkan, baik dari segi ilmu dan keilmuannya maupun dari segi pemasalannya kepada masyarakat.
Dari tahun ke tahun perguruan semakin banyak memiliki murid, tapi tidak semuanya berniat untuk belajar utuh. Kenyataanya masih banyak orang-orang yang ingin “mencoba-cobanya”. Caranya mereka pura-pura masuk menjadi anggoata boxer, niatnya hanya mencari sisi lemah perguruan saja. Jadi cukup banyak suka dan dukanya, bahkan
Menyadari hal yang demikian dalam kurun waktu antara 1978 sampai 1983, Sang Guru mengadakan penelitian dan mengembangkan beladirinya, yaitu dengan menata ulang dasar teknik dan meramu seni gerak dari jurus Boxer kemudian mematenkan lambang Boxer (Tarung Derajat) sebagai hasil ciptaannya. Pada waktu ini, sang guru menemukan sebuah buku tentang ilmu hayat, buku tersebut mengilhami beladiri ini mengenai fungsi dan anatomi tubuh manusia yang menunjukkan bagian mana saja yang bisa dikuatkan untuk memukul dan menendang serta bagian mana sisi lemah dari kemampuan manusia. Dari sinilah Sang Guru dapat menemukan teknik jurus yang mengoptimalkan kekuatan pukulannya, yaitu dengan menggabungkan
Setelah penataan teknik boxer dilakukan sebagai kemampuan otot (pisik), serta untuk keseimbangan pikiran (intelektual) dan nurati (sikap mental) untuk menemukan jatidiri sebagai “Kesatria Pejuang dan Pejuang Kesatria”, maka sang guru menerapkan sebuah motto yaitu: “Aku ramah bukan berarti takut, aku tunduk bukan berarti takluk” Pesan ini selalu ditekankan kepada anak didik yang menekuni Tarung Derajat yang diformulasikan pada setiap latihan dilakukan. Semua kemampuan (otot, otak, dan nurani) diaplikasikan dalam urutan materi latihan yang sudah disusun berdasarkan “kurikulum” formalitas beladiri Tarung Derajat dan materi latihan disesuaikan dengan tingkatan (Kurata) singkatan ---kuat, berani, dan tangkas) –SK Sang Guru Tarung Derajat no. 16/KEP GUTAMA/STD/XII/1991. Kurata terdiri dari tujuh tingkatan Kurata I s/d Kurata VII. Tingkat lanjutan Kurata adalah tingkat “ZAT” yang ditandai memakai sabuk hitam.
Di samping penatan teknik beladiri yang dipelajari secara khusus, kemudian juga dikemas melalui perguruan ini teknik bertarung yang diperlombakan atau yang mengarah kepada olahraga prestasi yang memakai peraturan dan ketentuan yang harus diikuti oleh semuat atlet/petarung. Dalam olahraga ini juga dikenal rangkaian gerak (Ranjer) dan beladiri praktis. Perkembangan Boxer dari tahun 1981 s/d 1983 agak mengalmi staknasi, yaitu peminatnya malah berkurang, pada hal kurikulum dan materi latihan sudah disesuaikan dengan tuntutan tingkatan dan seni geraknya telah dipermantap tak jauh berbeda dengan kata dalam olahraga karate, nomor seni dalam pencak silat. Sang Guru pernah berkata, mungkin karena beladiri ini terlanjur dicap sebagai olahraga keras, sehingga konotasinya olahraga Boxer berkelahi jalanan. Dari tantangan tersebut Sang Guru lebih banyak belajar lagi, baginya seolah tiada hari tanpa belajar. Ilmu-ilmu beladiri lain, ia jadikan sebagai bahan bandingan dari hasil penelitian-pengembangan, kemudian diuji, sebelum resminya berdiri olahraga Tarung Derajat dijadikan olahraga prestasi dan dipertandingkan.
C. Tarung Derajat Menuju Olahraga Prestasi
Dari kurun waktu lima tahun yakni tahun 1984 sampai 1988, Sungguhpun peminat dan pencita Boxer pada waktu ini agak mengalami penurunan, namun itu tadak menjadi halangan bagi Sang Guru untuk lebih mengembangkan beladirinya ke semua strata masyarakat termasuk pada kalangan militer diberbagai kesatuan. Pada saat ini pulalah Sang Guru banyak mendapat tantangan terutama kritikan yang muncul dimasyarakat yakni “kalau mau jadi jagoan, jangan Cuma dijalanan, cobalah buat kejuaraan/pertandingan yang bisa melihat kemampuan beladiri Boxer pada suatu arena (matras/reng)”. Dari kritikan inilah Sang Guru mencoba menata struktur organisasi dari perkumpulan Satuan Latihan (Satlat) yang ada di Kota Bandung dan daerah sekitarnya. Tekad pertama adalah bagaimana mengujudkan boxer bisa dipertandingkan sama dengan cabang beladiri lain.
Membentuk olahraga prestasi yang dibuktikan melalui pertandingan, harus ada kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan, dan peraturan yang
Pada tahun 1988, Boxer pertama kali mengadakan kejuaraan yang disebut “Tarung Bebas AA-BOXER CUP” di Kota
Kejuaraan pertama yang disebut “Tarung Bebas” menerapkan beberapa faktor teknis yang berkembang secara almiah, yaitu memakai prinsip “menyerang untuk menang” sebagai tabu bagi petarung. Perolehan nilai atau poin untuk pemenang, memakai sistem perkenaan langsung (full body contact) sebagai khas utama olahraga Boxer. Dasar penerapan teknik bertanding, menerapkan
Atas dasar penilaian kemampuan petarung yang memiliki indikasi kemampuan yang sama secara kualitas teknik, maka tidak ada dikenal istilah petarung unggulan. Semua petarung dianggap sama, tidak dipersoalkan ia dari tingkatan kurata IV (sabuk biru), kurata VI (sabuk merah), dan tingkatan Zat (sabuk hitam).
Atas dasar itulah, penempatan lawan tanding ditentukan secara undian (acak), mereka mengenal lawan tanding hanya beberapa saat menjelang pertandingan akan dimulai. Pengalaman dan pengembangan kemajuan telah banyak menunjukkan, bahwa petarung berperingkat kurata IV atau V menaklukan petarung tingkat Zat. Untuk itu, keterujian petarung tergantung kematangan menerima materi latihan dari pelatih dan pengalaman seringnya mengikuti kejuaraan lokal dengan mitra tanding sebelum berlaga pada kejuaraan “Tarung Bebas AA-BOXER Cup”.
Sukses pelaksaan kejuaran yang pertama, tentu dengan ada beberapa cacatan Litbang Perguruan Boxer, maka tahun 1991 digelar kejuaraan Tarung Bebas AA-BOXER Cup II dan tahun 1994 kejuaraan Tarung bebas AA-BOXER Cap III atau disebut juga kejuaraan Tarung Bebas Bandung Raya Cup. Tahun 1995 digelar Kejurnas IV Tarung Bebas Boxer. Pada tahun 1996 kejuaraan Piala AA-BOXER V (kejurnas V). Harapan yang strategis Perguruan AA-BOXER untuk masuk menjadi anggota KONI Pusat hampir terbuka lebar yakni dengan terpenuhinya persyaratan 5 (lima) kali mengadakan kejuaran yang bersekala Nasional, maka olahraga Beladiri Tarung Derajat kualifikasi cabang akan diakui oleh KONI Pusat sebagai cabang olahraga prestasi resmi dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun untuk pengakuan secara resmi perlu menata secara teknis lagi bentuk dan khas yang diterapkan anatara kejuaraan AA-BOXER Cup I samapai Kejurnas V hampir sama, yaitu memakai sistem perkenaan langsung (full body contact) tanpa pelindung yang menyangkut dengan keselamatan petarung, baik wajah, badan, selangkangan, gigi, kepalan tangan dan kesan brutal yang berlebihan sudah menjadi catatan Litbang KONI Pusat.
D. Tarung Derajat Resmi Jadi Anggota Koni Pusat
Tekad yang kuat untuk menjalankan organisasi mulai terwadahi dari terbentuknya Kepengurusan Pusat Tarung Derajat Priode 1991-1994 dibawah kepemimpinan Ketua Umum Brigjend. TNI. HMA. Sampoerna. Waktu pertama kali mengadakan musyawarah Nasional keanggotan daerah pada tahun 1992 baru mencapai 10 wilayah. Seiring rentangan waktu dan perkembangan kemajuan yang dicapai oleh organisasi Boxer yang pada tahun 1994 sudah memasyarakat pada 15 propinsi di
Kelayakan perkembangan bidang organisasi yang diminta oleh KONI Pusat sudah terpenuhi yakni persyaratan hanya 10 daerah dan malah sudah melebi target yaitu mencapai 15 daerah. Namun dari segi bidang pengembangan dan penelitian teknis masih banyak yang harus dipenuhi untuk jadi cabang olahraga keanggotaan KONI Pusat, Indra Jati Sidi waktu itu selaku Litbang KONI Pusat menyebutkan “Kalau boxer sudah masuk KONI Pusat dan dipertandingkan di PON atau tempat yang lebih tinggi lagi, perlu dipertimbangkan penggunaan alat pelindung (body protector). Sementara selama ini, body protector tidak ada dalam tradisi Boxer (Tabloit GO, 1996). Kemudian masalah nama cabang olahraga “Boxer” yang kesannya nama yang diadopsi dari cabang Boxing/tinju, kick boxing ala Amerika dan Thai-Boxing ala
Menanggapi hal yang demikian, maka Sang Guru, sebagai pemimpin Perguruan Boxer-Seni Keperkasaan AA-Boxer, masih bertahan dengan tradisi dan ciri khas yang ada: pertarungan Boxer tetap olahraga contak langsung (full body contact) tanpa menggunakan alat pelindung. Alasan Sang Guru, “kalau pakai alat pelindung tubuh, boxer akan kehilangan ciri khasnya. Sepanjang sejarah boxer, belum ada petarung yang cacat tubuh, apalagi sampai meninggal karena adu pukul dan tendangan. Soal tetesan darah atau patah tangan itu biasa”.
Dengan demikian secara teknis masih terkendala untuk memenuhi syarat-syarat yang diminta KONI Pusat. Namun Sang Guru waktu itu, masih punya alternatif, yaitu: (1) bisa saja dipertahankan versi Boxer, pertarungan bebas tanpa pembedaan kelas dan tanpa alat pelindung segala macam khusus untuk nomor tradisional; (2) khusus untuk konsumsi KONI atau PON kelak, Boxer memakai alat pelindung badan/wajah (Bola, Agustus 1996). Mengenai nama organisasi pada prinsipnya tidak berkeberatan untuk mengganti, dulunya “Boxer” menjadi Keluarga Olaharaga Beladiri Tarung Derajat yang disingkat KODRAT.
Untuk meluluskan persyaratan resmi jadi anggota KONI Pusat, maka bidang pertandingan dan bidang teknik PB KODRAT bersama Sang Guru Tarung Derajat dan anggota Raparnas 9 Agustus 1996 agar mencari solusi yang terbaik, demi tercapainya cita-cita agar Tarung Derajat diakaui dan disejajarkan dengan cabang olahraga lainnya di Indonesia maupun diluar Negeri.
Akhirnya Sang Guru memutuskan “mengalah untuk menang” agaknya mesti diterapkan untuk konsumsi KONI dan PON Tarung Derajat memakai pelindung (body Protector) dengan memakai Gamsil untuk gigi, batok untuk selangkangan/kemaluan, dan hand box untuk kepalan tangan. Konsekwensi dari keputusan yang diambil Sang Guru, adalah anugrah kemenangan yang penantian cukup lama, tapi pasti, yaitu tepat pada tanggal 6 Januari 1997, KONI Pusat memutuskan Penerimaan Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat (PB KODRAT) sebagai anggota Biasa KONI Pusat, nomor: 06/RA/1997.
E. Eksibisi Pekan Olahraga Nasional (PON) XV-2000
Setelah Tarung Derajat resmi diterima KONI Pusat yang tercatat sebagai anggota ke-53, maka secara organisasi dan pembenahan semua bidang terus ditingkatkan. Untuk konsolidasi organisasi pertama diadakanlah Musyawarah Nasional Ke I Keluaraga Olaharaga Tarung Derajat, pada tanggal 12-13 April 1997. Seiring dengan kegiatan ini, juga dilaksanakan Pelatihan Pelatih dan wasit-juri Nasional yan bertujuan untuk penyetaraan teknik guna mengantisipasi kekurangan pelatih dan menambah jumlah wasit-juri di daerah seluruh
Tepat pada tanggal 5-6 Juli 1998 diadakanlah Kejurnas I Tarung Derajat di Kota
Perbedaan yang diterpkan pada kejurnas pertama, akan menampakkan perkembangan pembinaan olahraga prestasi berkembang di banyak daerah. Tarung Derajat sebelum resmi jadi anggota KONI Pusat, pembinaan olahraga prestasi terlihat berkembang hanya di
Berdasarkan hasil evaluasi Kejurnas I yang dikemukakan oleh Ketua umum PB KODRAT priode 1997-2000, Letjen TNI (Purn) Serya Subrata dalam (PR, 1998) menyebutkan hasil musyawarah kerja Nasional dan kejurnas I tarung bebas telah menghasilkan berbagai tugas yang menuntut penangan baik dalam pembinaan organisasi maupun pembinaan prestasi. Dengan demikian, kenyataan itulah KONI Pusat juga memutuskan Tarung Derajat diikut sertakan pada PON XV-2000 Surabaya Jawa Timur untuk pertama kali sebagai cabang olahraga Eksibisi.
Pertandingan PON XV-2000 Surabaya, adalah akumulasi dari semua perbaikan yang dilakukan dari semua bidang yang ada pada PB KODRAT. Nomor/kelas yang diperebutkan pada PON XV yakni 9 kelas dengan medali (9 emas, 9 perak, 18 perunggu). Tercatat juga sebagai pertandingan yang sukses penyelenggaraannya dan tidak ada terjadi suatu keributan serta kericuhan. Di samping itu terkesan juga Tarung Derajat berdisiplin tinggi, sebagai bukti, walau cabang eksebisi waktu itu, semua kegiatan yang disusun oleh PB PON XV-2000, dari awal pembukaan sampai penutupan diikuti secara tertip dan teratur. Hal itulah yang menjadikan Tarung Derajat untuk bisa berkembang dan contoh oleh masyarakat Indonesia, serta menjadi catatan akreditasi KONI Pusat untuk masuk menjadi cabang olahraga prestasi pada “multi event PON XVI-2004”.
F. Resmi Mengikuti Kejuaraan Multi Event PON XVI-2004
Jadi lahirnya ilmu beladiri yang bernama “Tarung Derajat” sebenarnya bersumber, dicari dan digali dari alam nan luas dengan segala aspek kehidupannya, kemudian diangkat kepermukaan sebagai hasil suatu Pengalaman dan renungan hidup Sang Guru (Haji Achmad Dradjat, Drs.). Untuk kemudian “dicetak” melalui perjuangan masa yang panjang, usaha dengan tekat yang keras, penganalisaan yang tajam, rasional untuk diterima, realistis untuk dipahami, dinamis dalam pergerakan, praktis dilaksanakan dan evektif untuk digunakan. Diharapkan belajar beladiri “Tarung Derajat” dapat mengujudkan “manusia yang berhakekat manusia” sebagai lambang pribadi mandiri BOXER yang menjadi logo Tarung Derajat atau induk organisasi KODRAT.
Makna yang tercantum dalam pribadi mandiri BOXER yang dimanipestasikan dalam setiap insan masyarakat yang mengikuti kegiatan latihan Tarung Derajat. Merupakan keharusan dan perlu disadari bahwa Tarung Derajat adalah sebagai wadah menampung minat, menyalurkan bakat dan hoby dalam rangka membentuk watak dan karakter pribadi yang mencerminkan manusia yang berhakekat manusia yang memiliki: kejujuran, kesetiaan, keberanian moral, budi pekerti, kemandirian, kepribadian, patriotisme, mental baja, rendah hati, jiwa besar, sabar, pemikiran yang positif, dan tanggung-jawab (AD/ART Kodrat: 1994). Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat dibutuhkan didalam pelaksanaan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara
Melalui masa yang panjang dan keterujian Tarung Derajat yang sudah pasti menempatkan dirinya menjadi yang terbaik untuk membangun bangsa dalam dunia olahraga, maka akhirnya Tarung Derajat tercatat dalam sejarah olahraga beladiri di Indonesia menjadi cabang resmi olahraga prestasi KONI Pusat yang pertama resmi dipertandingkan pada multi event PON XVI-2004 Palembang. Sekarang Tarung Derajat boleh bangga dengan perjuangannya, namun usaha itu belum lengkap, kalau belum semua bangsa di dunia ini mengakuinya. Untuk itu, semboyan untuk membakar semangat Tarung Derajat agar lebih maju mendunia kata pembina utama PB KODRAT (Mayor Jenderal Arie Sudewo) dalam kesempatan penutupan Pelatihan Pelatih Dasar tingkat Nasional dalam rangka PON XVI-2004 di Palembang adalah “sekali Tarung Derajat eksis diakui KONI Pusat, selamanya tetap eksis ”. Pada kesempatan itu semua peserta pelatihan dari 20 daerah se-Indonesia dan disanksikan Pengurus Daerah bersama Sang Guru menjawab BOX!! … BOX!!! . Ini pertanda pernyataan sikap seluruh anggota Keluarga Besar Tarung Derajat seutuhnya. Insya’ Allah, niat yang tulus dan iklas dikabulkan-Nya. Amin.
Penulis Drs.H.Alnedral
Copied from internet
Edited by : Fahrurozi (Satlat UIN Kurata V)
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
google_ad_client: "ca-pub-3825289919014053",
enable_page_level_ads: true
});
</script>
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- UpperAd -->
<ins class="adsbygoogle"
style="display:inline-block;width:300px;height:600px"
data-ad-client="ca-pub-3825289919014053"
data-ad-slot="6931461828"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({
google_ad_client: "ca-pub-3825289919014053",
enable_page_level_ads: true
});
</script>
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<!-- UpperAd -->
<ins class="adsbygoogle"
style="display:inline-block;width:300px;height:600px"
data-ad-client="ca-pub-3825289919014053"
data-ad-slot="6931461828"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>